Senin, 29 April 2013

Pengertia Dialek dan Idiolek



Pengertian Dialek
Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu (menurut Abdul Chaer). Sedangkan menurut bahasa yunani dialek disebut dialektos yang berarti varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Pemberian dialek berdasarkan factor geografi dan social. Dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan. Jika pembedaannya hanya berdasarkan pengucapan, maka disebut aksen. Dapat disimpulkan bahwa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang berbeda dengan kelompok penutur lain berdasarkan atas letak geografi, faktor sosial, dan lain-lain. Ilmu yang mempelajari dialek disebut dialektologi yaitu  bidang studi yang bekerja dalam memetakan batas dialek dari suatu bahasa.


Bila kita membandingkan bahasa seseorang dengan
bahasa seorang yang lain, maka akan tampak bahwa
setiap orang memiliki beberapa keistimewaan yang
tidak dimiliki orang lain, walaupun mereka sama-sama
anggota dari suatu masyarakat bahasa. Abiq dalam kebiasaan sehari-harinya suka mengucapkan kata "ya kan", sedangkan temannya Imron tidak suka dengan
kebiasaan seperti itu. Pilihan kata pun dalam
mengungkapkan sesuatu berbeda antara satu orang
dengan orang yang lain, namun mereka sebenarnya
pemakai satu bahasa, perbendaharaan dari satu bahasa. Tutur kata setiap anggota masyarakat bahasa
yang
ditandai perbedaan-perbedaan kecil semacam
itu disebut idiolek.
 

Masalah dalam Terjemah



Masalah pokok dalam hal penterjemahan antara dua bahasa adalah pada perpindahan lafdz dalam sebuah bahasa yang sesuai dengan lafdz pada bahasa lain. Dan ini hal merupakan hal pentingg pada permulaan penterjemahan antara dua bahasa yang berbeda. Hal ini harus sesuai dengan latar belakang budaya dan sosial, penggunaan pada lafdz-lafdz majas, kata-kata imajinatif , sehingga hal ini tidak akan mungkin ada tanpa hal-hal diatas. Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam hal ini, misalnya Aristoteles berpandangan bahwa makna saling berbanding antara satu bahasa dengan bahasa lainnya, artinya bahwa kalimat apapun pada suatu bahasa, kita akan mendapatisinonimnya pada bahasa lain.[1] Maka apabila perbedaan itu ada,akan kita dapati antara satu individu dengan individu lainnya, atau antara individu dengan dirinya sendiri, dari satu sikap dengan sikap lainnya, dari satu keadaan dengan keadaan lainnya, satu dialek dengan dialek lainnya, dan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya.
Problematika ini bercabang pada masalah-masalah dasar dalam tataran teoritis dan aplikasi, dan hal-hal penting ini diantaranya :[2]

1.        Perbedaan medan makna untuk dua lafdz yang nampak sinonimnya pada dua bahasa;
2.        Perbedaan makna kontekstual untuk dua kalimatyang nampak sinonimnya pada dua bahasa;
3.        Penggunaan makna idiom;
4.        Perbedaan penyusunan  bagian bahasa;
5.        Kelembutan pada pengungkapan dan persentuhan dengan bahasa lain;
6.        Perbedaan bunyi
Perbedaan penggunaan pada budaya dan sosial


[1]Sense and Sense Development, hal. 16
[2]Ahmad Mukhtar ‘Umar, ‘Ilm al-Dilâlah, (Kairo: ‘Allâm al-Kutub, 1998), hal. 251

Senin, 15 April 2013

Hubungan Filolofi dengan Ilmu lain




A.        Ilmu Bantu Filologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa filologi adalah disiplin ilmu yang membahas mengenai naskah-naskah kuno dan untuk mengkaji naskah-naskah tersebut. Filologi membutuhkan ilmu-ilmu bantu yang erat kaitannya dengan bahasa dan beberapa ilmu pendukung baik dari ilmu sosial sampai agama.
1.      Ilmu Linguistik
       Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah yang muncul pertama kali pada tahun 1808 dalam majalah ilmiah yang disunting oleh Johan Severin Vater dan Friedrich Justin Bertuch (Kridalaksana. 2011:114). Sedangkan hubungan antara filologi dan linguistik tercermin dari objek kajiannya, bahasa. Manakala filologi mencari makna dari suatu teks yang  pada dasarnya adalah bahasa maka filologi membutuhkan linguistik sebagai upaya untuk memaknai bahasa masa lampau dengan berbagai keunikannya.
          Kemudian, ada beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat membantu filologi dalam pengkajian naskah. Pertama, etimologi yang berfungsi untuk mempelajari asal muasal sejarah kata. Kedua, sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang menelaah korelasi dan saling berpengaruhnya antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Ketiga, stilistika merupakan ilmu yang mencermati gaya bahasa sastra sehingga filologi akan terbantu untuk mengetahui berapa usia teks tersebut.
·         Pengetahuan Bahasa-Bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks.
         Dalam bidang ini, seorang filolog harus mampu menguasai atau mengetahui bahasa-bahasa yang sering terdapat dalam naskah kuno yang dapat mempengaruhi suatu teks. Semisal dalam sebuah naskah kuno dalam ranah Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh bahasa asing. Terutama adalah bahasa Sansekerta danArab. Kedua bahasa ini akan memudahkan seorang filolog untuk menguraikan makna suatu naskah nusantara.
Semisal bahasa Sansekerta yang banyak dijumpai dalam naskah cerita fiksi atau berupa epik Ramayana, mahabarata, dan Sang Hyang Kamahayanikan. Sedang dalam bahasa arab akan kita temui dalam karya melayu kuno seperti karangan Hamzah Fanzuri, Nuruddin Arraniri, Abdurauf Asssingkeli dan lain-lain. Dalam karya ini, mereka menggunakan bahasa Arab yang menguraikan banyak hal mengenai agama Islam yang memiliki bentuk tanpa syakalatau berharokat.
2.      Ilmu Sastra
Naskah kuno yang berkembang di nusantara pada umunya berisi teks sastra, teks yang berisikan cerita rekaan. Untuk mengkaji teks seperti itu diperlukan metode pendekata yang sesui dengan objeknya, yaitu metode pendekatan ilmu satra.[1]Dalam peradaban nusantara banyak sekali karya fiksi yang mengarah kepada karya sastra. Karya sastra ini lebih didominasi dengan karya yang bergenre jenaka atau pelipur lara, berbingkai. Selain itu, ada pula cerita pewayangan yang menggambarkan kisah kehidupan manusia yang tercermin dari khasanah agama Islam. Tentunya, itu semua membutuh kan pendekataan yang signifikan untuk mengetahui secara pasti makna dari kisah-kisah tersebut.
Untuk itu, pendekatan yang dirasa baik dan tepat adalah 4 pendekatan milik Abrams (1953) oleh Teeuw (1980) yang dianggap oleh Wellek dan Waren sebagai 3 pendekatan ekstrinsik dan 1 pendikatan intrinsik.
a.  Pendekatan Mimetik : Suatu pendekatan yang lebih mengutamakan aspek-aspek referensial, acuan karya sastra, kaitannya dengan dunia nyata.
b.  Pendekatan pragmatik : Pendekatan yang mengutamakan respon atau pengaruh suatu teks terhadap pembaca  atau pendengar.
c.  Pendekatan ekspresif : Suatu pendekatan yang menitik beratkan penulis karya sastra sebagai penciptanya yang mengandung banyak arti didalam karyanya terutama dalam eksperi dan emmosii pengarang.
d.  Pendekatan objektif : Pendekatan yang mengkaji naskah tersebut tanpa melihat asal muasal naskah tersebut.
Akan tetapi, para sastrawan modern mendapati suatu pendekatan yang disebut pendekatan represif. Pendekatan ini lebih menonjolkan seberapa besar tanggapan pembaca terhadap karya yang ada.


3.      Agama
Selain ilmu sastra atau  linguistik yang diperlukan dalam memaknai sebuah teks, seorang filolog pula harus mengetahui seluk-beluk tentang agama yang ada di nusantara. Seperti Hindu, Budha dan Islam. Mengingat ketiga agama ini banyak mempengaruhi budaya nusantara. Ddalam masalah ilmu bantu yang satu ini diharapkan seorang filolog dapat mengkoneksikan hubungan antara pengaruh agama dalam sebuah naskah seperti yang tercitra dalam naskah Brahmadapurayang menjadi kitab panutan pemeluk agama Hindu.
Lebih lanjut, Dari sejumlah 5.000 naskah Melayu yang telah berhasil dicatat oleh Ismail Hussein dari perpustakaan dan museum berbagai Negara yang terdiri dari 800 judul, 300 judul diantaranya berupa karya-karya dalam bidang ketuhanan (Baried, 1994:23).  Dalam pernyataan ini menandakan bahwa ilmu tentang agama memiliki peran penting dalam pengkajian filologi yang nantinya dapat memberikan kontribusi terhadap pemecahan isi dari suatu naskah.
4.      Sejarah Kebudayaan
Penguasaan Sejarah Negara bagi seorang filolog akan membantu dalam meruntutkan sejarah dan kebudayaan yang telah ada secara runtut dan historis. Melalui sejarah kebudayaan, kita dapat mengetahui seberapa jauh kebudayaan yang tumbuh dan berkembang pada waktu itu. Hal ini, sangat berbanding lurus dengan seberapa hebat karya yang mereka lahirkan.
5.       Antropologi
Secara singkat disebutkan bahwa antropologi ialah penyelidikan terhadap manusia dan kehidupannya (Partanto, 2001:44). Dari pengertian yang ada, maka dapat dikaitkan dengan filologi  bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari adanya kebudayaan dan filologi mengkaji salah satu budaya dari manusia yang berbentuk naskah. Dalam hal ini, antropologi lebih menekankan penelitian bagaimana manusia menyikapi naskah yang telah ada dari zaman dahulu hingga sekarang.
6.      Folklor
Folklore merupakan ilmu yang relatif masih baru karena semula dipandang sebagian ilmu antropologi. Unsur-unsur budaya yang terkandung dalam  folklore dapat digolongkan menjadi dua yaitu unsur budaya yang materinya bersifat lisan dan golongan budaya yang materinya bersifat upacara-upacara. Pada golongan pertama yaitu mitologi, legenda, cerita, asal-usul, dongeng, mantera, teka-teki, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk golongan kedua yaitu upacara yang mengiringi kelahiran, perkawinan, dan kematian. Golongan yang paling berkaitan dengan filologi yaitu golongan pertama, terutama sastra lisan yang berupa cerita rakyat. Folklor sangat erat kaitannya dengan filologi karena banyak teks lama yang menceritakan unsur-unsur folklor misalnya teks sastra, sejarah, atau babad.

B.         Filologi sebagai Ilmu Bantu Bagi Ilmu-Ilmu Lain
Sebuah karya baik sastra atau tidak merupakan cerminan keintelektualan masyarakatnya. Hal inilah yang berusaha dikaji oleh filologi dalam menelaah tiap naskah kuno yang ada sebagai objek kajiannya. Hasil penyelidikan ini, dapat pula digunakan untuk mengamati adat istiadat masyarakat tempo dulu yang bisa digunakan sebagi data pengkajian ilmu-ilmu lain. Dengan kata lain, filologi menyajikan beberapa data yang telah disortir berdasarkan kandungan naskah itu sendiri dan mengelompokkannya. Sedang beberapa ilmu yang menjadikan filologi sebagai ilmu bantu ialah ilmu sejarah, ilmu kebudayaan, ilmu agama, ilmu adat istiadat, dan yang lain-lain.

1.      Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sastra
Diatas tadi telah dijelaskan bahwa karya nusantara sangatlah banyak dan sebagian besar dari karya yang lahir merupakan karya sastra kuno atau tradisional. Dari karya yang ada, filologi berperan untuk menelaah lebih dalam tentang kandungan karya tersebut dan mengelompokkannya dalam sub-bagian yang mempermudah khalayak untuk membacanya. Dari hal tersebut, para sastrawan yang mumpuni saat ini menggunakannya untuk menyusun sebuah sejarah sastra atau teori sastra.


2.                  Filologi Sebagai Ilmu Bantu Sejarah Kebudayaan
Dalam hal ini filologi berperan untuk mengangkat khazanah atau suri tauladan ruhaniyah nenek moyang yang termaktub dalam sebuah naskah baik berupa adat istiadat, kesenian ataupun kepercayaan. Nantinya, hal ini akan menjadi bahan pembelajaran bagi ilmu sejarah kebudayaan. Dalam perjalanannya, beberapa kebudayaan telah punah atau hilang karena tidak ada penerus dalam pelaksanaannya.Maka, filologi dianggap penting untuk membatu ilmu ini untuk mengungkap khazanah kuno yang masih terendap dalam naskah.
3.                  Filologi sebagai Ilmu Bantu Sejarah
Fungsi utama filologi dalam ilmu ini ialah pendukung atau rujukan sebuah fakta baru. Rujukan yang dimaksud disini adalah terungkapnya sebuah karya yang memuat suatu penjelasann tentang suatu daerah atau benda. Semisal, ditemukannya Negarakretagama, Babad Tanah Jawi, Pararaton dan sebagainya. Naskah-naskah yang ada ini akan dijadikan sebuah petunjuk untuk mencari tahu kehidupan masa lampau di Nusantara, sekaligus menjadi rujukan primer.
4.                  Filologi sebagai ilmu bantu adat
Manfaat filologi bagi ilmu hokum adat yaitu dalam hal penyediaan teks. Banyak naskah nusantra yang merekam adat istiadat. Ada juga khazanah sastra nusantara berisi tentang hukum. Dalam kehidupan masyarkat melayu sering disebut dengan undang-undang, sedangkan di jawa disebut angger-angger. Yang dimaksud masyarakat melayu dalam undang-undang tersebut yaitu adat yang terbentuk selama peredaan masa, bukan peraturan yang seluruhnya dibuat oleh raja. Penulisannya baru dilakukan selanjutnya dirasakan betapa pastinya peraturan kepastian oleh raja. Conto undang-undang dalam sastra melayu yaitu undang-undang negeri malaka, undang-undang minangkabau. Dalam sastra jawa yaitu Raja Niti, Panitia Raja, Kappa. Dari tersedianya conto teks-teks tersebut maka sangatlah berguna bagi ilmu adat.


[1] Nabila, Lubis. 1996. Naskah,Teks, dan Metode Penelitian Filologi.Jakarta : FKBSA Fak. Adab IAIN Syarif Hidayutullah.