Sabtu, 15 Desember 2012

Ilmu ma'ani washl dan fashl


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tak lupa penulis sampaikan shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, pada keluarganya, sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang setia sampai akhir zaman, sehingga makalah dengan judul Fashl dan Washl dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai tugas dari Mata Kuliah Ilmu Ma’ani, sebagai pengetahuan untuk kita semua. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak H. Rd Edi Komarudin sebagai dosen Mata Kuliah Ilmu Ma’ani, yang telah banyak memberikan informasi dan petunjuk dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, tetapi mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dalam mencari ilmu, dan untuk para pembaca  dalam menambah pengetahuan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.


  Bandung,     Desember  2012






DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................              i
Daftar Isi   ..............................................................................................             ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................             1
A.    Latar Belakang ...........................................................................             1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................             1
C.     Tujuan Masalah    .......................................................................             1    
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................             2
A.    Pengertian Fashl .........................................................................             2
B.     Tempat-tempat Fashl...................................................................             2
C.     Pengertian Washl ........................................................................             4
D.    Tempat-tempat Washl.................................................................             4    
BAB III PENUTUP .............................................................................             8
A.    Kesimpulan .................................................................................             8

DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakangmasalah
secara leksikal kata ma’ani berarti maksud atau arti.Para ilmu ahli ma’ani mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.
Ilmuma’anipertama kali di kembangkanolehAbd al- Qahir al- Jurzani.Objekkajianilmuma’aniadalahkalimat-kalimat yang berbahasaarab. Tentuditemukannyailmuinibertujuanuntukmengungkapkemukjijatan al-Qur’an, al-Haditsdanrahasia-rahasiakefasihankalimat-kalimatbahasa Arab, baikpuisimaupunprosa.Disampingitu, objekkajianilmuma’anihampirsamadenganilmunahwu. Kaidah-kaidah yang berlakudandigunakandalamilmunahwuberlakudandigunakan pula dalamilmuma’ani.Perbedaanantarakeduanyaterletakpadawilayahnya.Ilmunahwulebihbersifatmurad (berdirisendiri) sedangkanilmuma’anilebihbersifattarkibi (dipengaruhifaktor lain). Hal inisesuaidenganpernyataanHasanTamam, bahwatugasilmunahwuhanyamengutakngatikkalimahdalamsuatujumlahtidaksampaimelangkahpadajumlah yang lain.
B.     RumusanMasalah
1.      Apa yang dimaksud dengan washl dan fashl?
2.      Apa saja tempat-tempat washl?
3.      Apa saja tempat-tempat fashl?

C.    TujuanPenulisan
1.      Mengetahuidefinisiwashaldanfashal
2.      Mengetahuitempat-tempatwashal
3.      Mengetahuitempat-tempatfashal

BAB II
PEMBAHASAN

A.      PengertianFashl
            Secaraleksikalfashlbermaknamemisahkan, memotong, memecat, danmenyapih.Sedangkandalamterminologiilmubalaghah, fashladalahmenggabungkanduabuahkalimatdengantdakmenggunaanhurufathaf.[1]
Contohnya:
ان الذين كفروا سواء عليىهمdengan
اانذرتهم ام لم تنذرهم لايؤمنون
Padapenggabungankeduakalimattersebuttidakdigunakanhurufathaf.
B.       Tempat-TempatFashl
Penggabunganduajumlahmestimenggunakancarafashlapabilamemenuhipersyaratanberikutini.
a.         Antarakalimat yang pertamadankeduaterdapathubungan yang sempurna. Dikatakanhubungan yang sempurnaapabilakaitanantarakalimat (jumlah) yang pertamadengan yang keduamerupakanhubungantaukid, bayan, ataubadal.
Ø  Sebagaitaukid:

وماالدهر الامن رواةقصائد # اذا قلت شعرا اصح الدهر منشدا
Tiadalahmasaitumelainkanpenuturkasidah-kasidah.Jikaengkaumembacasuatusyi’ir, masaakanberpantun.
Pada syai’ir kedua tersebut, dari segi makna kalimat kedua berfungsi untuk memperkuat isi pada kalimat pertama. Karena fungsi tersebut pada awal kalimat kedua tidak perlu ditabah athaf (و).
Ø  Sebagaibayan[2]
الناس للناس من بد ووحاضرة #  بعض لبعض ان لم يشعروا خدم
Manusiaitubaikkelompokbadwi (orang-orang yang terbelakang) maupunhadhar (orang kota yang terpelajar).
Jikamerekamenyadarinya, bahwa yang satudengan yang lainnyasalingmelayani.
Padasyi’ir di atasterdapatpenngabunganduakalimat.Penggabunganantarkeduakalimattersebuttidakmengggunakanhurufathaf, melainkandenganwashl. Hal inikarenakalimatkedua:
بعض لبعض ان لم يشعروا خدم
Berfungsisebagaipenjelasbagikalimatpertama:
الناس للناس من بد ووحاضرة
Ø  Sebagaibadal
يدبر الامر يفصل الايات لعلكم بلقاءربكم توقنون (الرعد: 2)
Diamengatursegalaurusan, menjelaskanayat-ayat-Nya.Supaya kalian yakinpertemuandengan-Nya” (QS.ar-Ra’d:2).
Padaayat di ataskalimatيدبر الامرmerupakanbagiandariيفصل الايات.Olehkarenaitupenggabunganantarkeduanyacukupdenganfashl, tidakmenggunakanhuruf ‘athaf.
b.        Antarakalimatpertamadankeduaberadasamasekali, seperti yang pertamakalamkhabaridan yang keduakalaminsya’Iatautidakadaketerkaitanmaknaantarkeduanya. Contoh:
انماالمرء باصغريه # كل امرئ رهن بما لديه
Manusiaitutergantungpadaduaanggota yang sangatkecil.Setiapmanusiamenjadijaminanbagiapa yang adapadanya.       
Padasyi’ir di atasterdapatduakalimat.Kalimat yang keduatidakadakaitanlangsungdengankalimatpertama.
c.         kalimatkeduamerupakanjawabandarikalimatpertama. Dalamistilahbalaghah, keadaaninidinamakansyibhkamal-al-ittishal. Contoh:
واوجس منهم خيفة قالوا لاتخف (هود:7)
“Ibrahim memandanganehperbuatanmereka, dandiamerasatakut.Malaikatituberkata, “jangankamutakut!..”(QS.Hud:7).
Padaayat di atasterdaatduakalimat:
واوجس منهم خيفةdanقالوا لاتخف. Kalimatkeduanyamerupakanjawabanataureaksiataspernyataanpertama.Olehkarenaitudalampenggabungantidakmemerlukan ‘athaf.
C.    PengertianWashl
Washlmenurutbahasaartinyamenghimpauataumenggabungkan.Sedangkanmenurutistilahilmubalaghahadalah:
الوصل هو عطف جملة على اخرىبالواو
Meng-athafkansuatukalimatdankalimatsebelumnyamelaluihurufathaf, washlmerupakankebaikandarifashl.[3]Contoh:
زيد عالموبكر عاب
D.    Tempat-TempatWashl
Penggabungankalimatmestimenggunakanhurufathaf “و” apabilamemenuhisyarat-syaratsebagaiberikut:
a.         KeadaanI’rabantarkeduakalimattersebutsamahukumnya. Jikasuatukalimatdigabungkandengankalimatsebelumnyadankeduakalimattersebtsamahukumnya, makamestimenggunakanhuruf ‘athaf.
       Contoh:
زيد قام ابوه وقعد اخوه
b.        Keduajumlahituharusdiwashalkanketikadikhawatirkanakanterjadikekeliruanjawaban. Kita perhatikancontohberikutini. Ada seseorangbertanyakepadakita:
هل قام زيد؟
Kita maumenjawabsekaligusmendo’akannya.Makajawabankitadando’amestipakaifashilahyaitu “و” agar tidakterjadisalahfaham, jadijawabnnyaadalah
لاورعاكالله

Jikakitatidakmenggunakanhurufathaf, makakemungkinansalahfajamsangatbesar.
c.       Keduajumlahsama-samakhabaratauinsya’Idanmempunyaiketerkaitan yang sempurna. Selainitudipersyaratkantidakadaindikator yang mengharuskanwashl.
Contoh:
لاوفاءلكدوب ولاراحة لحسود
Contoh yang sama-samajumlahismiyah
زيد قام و بكر قاعد
Contoh yang sama-samajumlahfi’liyah
قام زيد وقعد بكر                                                                                                      


Contoh-contoh Washl[4]
)أ)   وحبّ العيش أعبد كلّ حرّ * وعلّم ساغيا أكل المرار
Cinta kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka dan mengajarkan orang yang lapar untuk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit.
            Kalimat diatas “a’bada kulla hurrin” memiliki kedudukan dalam i’rob karena ia menjadi khabar mubtada yang jatuh sebelumnya, dan pembicaranya bermaksud menyertakan kalimat kedua kepada kalimat pertama dalam hal i’rob ini.
وللسّرّمنّى موضع لا يناله * نديم ولا يفضىء إليه شراب
Rahasia dalam diriku mendapat tempat yang tidak dapat diketahui oleh teman peminum-minuman keras, dan tidak dapat dibongkar dengan minuman keras.
            Kalimat “laa yanaaluhu nadiimun” dan kalimat “laa yufdhii ilaihi syaroobun” pada contoh kedua, ditemukan bahwa kalimat pertama juga memiliki kedudukan dalam i’rob karena ia menjadi sifat bagi lafadz nakiroh sebelumnya. Pembicaranya juga bermaksud menyertakan kalimat kedua kepada kalimat pertama dalam hukum ini.
(ب)   يشمّر للّج عن ساقه * ويغمره الموج في السّاحل
Ia menyingsingkan pakaiannya dari kedua betisnya untuk mengarungi tengah laut, dan ombak telah menerjangnya ketika masih di tepi laut.
            Dalam dua kalimat pada contoh ketiga (ب), kita dapatkan keduanya sama-sama kalam khabar yang bersesuaian maknanya, namun tidak kita dapatkan keduanya di-fashlkan, melainkan di-washlkan dengan di-athafkannya kalimat kedua kepada kalimat pertama.

)ج)   وأدن إلى القربى المقرّب نفسه * ولا تشهد الشّورى امرأ غير كاتم
Dekatkanlah dirimu kepada orang dekat yang mendekatkan dirinya kepadamu, dan janganlah kamu mengajak musyawarah dengan orang yang tidak dapat memelihara rahasia.
Pada contoh keempat (ج), terdiri atas dua kalimat yang sama-sama kalam insya’i, dan keduanya bersesuaian dalam maknanya, namun keduanya tidak di-fashlkan, melainkan di-washlkan dengan di-athafkannya kepada kalimat kedua kepada kalimat pertama. Begitu juga wajib di-washlkan setiap dua kalimat yang sama-sama kalam khabar atau insya’i serta bersesuaian maknanya serta tidak ada hal-hal yang mengharuskan keduanya di-fashlkan.
d.      Tidak, dan semoga Allah memberkatimua. (untuk menjawab pertanyaan: “Apakah anda punya keperluan yang dapat saya bantu?”)
Dalam contoh diatas didapati bahwa kalimat yang pertama, laa, adalah kalam khabar, sedangkan kalimat yang kedua, baarakallahu fiika, adalah kalam insya’i. Seandainya kedua kalimat tersebut kita fashlkan dan kita katakan “laa baarakallahu fiika”, maka pendengar anak-anak beranggapan bahwa kita mendoakan jelek kepadanya, padahal kita mendoakan baik. Oleh karena itu, wajib berpindah dari fashl ke washl.
e.       Belum semoga Allah meringankan penderitaannya. (untuk menjawab pertanyaan: “Apakah saudaramu telah sembuh dari penyakitnya?”)
Pada contoh terakhir kedua kalimatnya berbeda khabar dan insyanya, yang seandainya tidak di athafkan, niscaya akan menimbulkan kesalahpahaman yang menyalahi maksud sebenarnya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Washal adalah mengathafkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan wawu. Fashal adalah meninggalkan athaf yang demikian. Masing-masing washal dan fashal mempunyai tempat-tempat tersendiri.
            Di antara dua kalimat, wajib di-fashal-kan dalam tiga tempat, pertama bila di antara kedua kalimat tersebut terdapat kesatuan yang sempurna, seperti halnya kalimat kedua, merupakan taukid (Penguat) bagi kalimat pertama, atau sebagai penjelasannya, atau sebagai badal-nya. Kedua bila di antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh, seperti keduanya berbeda khabar dan insya’nya, atau tidak ada kesesuaian sama sekali di antara keduanya. Ketiga bila kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari pemahaman terhadap kalimat pertama.
            Wajib washal diantara dua kalimat dalam tiga tempat, yaitu bila keadaanI’rabantarkeduakalimattersebutsamahukumnya. Keduajumlahituharusdiwashalkanketikadikhawatirkanakanterjadikekeliruanjawaban. Ketiga, keduajumlahsama-samakhabaratauinsya’Idanmempunyaiketerkaitan yang sempurna.










DAFTAR PUSTAKA

Al-Jarim, Ali dan Musthafa Usman. 2006. Terjemahan Al-Balaaghatul Waadhihah, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Zaenuddin Mamat, dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung: Refika Aditama.



[1]MamatZaenuddin&YayanNurbayan, PengantarIlmuBalaghah, (Bandung: RefikaAditama), 2007, hal. 121
[2] Ali Al-Jarim dan Musthafa Usman. Terjemahan Al-Balaaghatul Waadhihah. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2006), hal 321
[3]Ibid., 324
[4]Ibid., hal 325

Tidak ada komentar:

Posting Komentar