KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tak lupa
penulis sampaikan shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, pada keluarganya, sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang setia
sampai akhir zaman, sehingga makalah dengan judul Fashl dan Washl dapat
diselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai tugas dari Mata Kuliah Ilmu Ma’ani,
sebagai pengetahuan untuk kita semua. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Bapak H. Rd Edi Komarudin sebagai dosen Mata Kuliah Ilmu Ma’ani, yang
telah banyak memberikan informasi dan petunjuk dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
tetapi mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dalam
mencari ilmu, dan untuk para pembaca
dalam menambah pengetahuan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Bandung, Desember
2012
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................... i
Daftar Isi .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A.
Latar Belakang ........................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ...................................................................... 1
C.
Tujuan Masalah ....................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 2
A.
Pengertian Fashl ......................................................................... 2
B.
Tempat-tempat Fashl................................................................... 2
C.
Pengertian Washl ........................................................................ 4
D.
Tempat-tempat Washl................................................................. 4
BAB III PENUTUP ............................................................................. 8
A.
Kesimpulan ................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakangmasalah
secara leksikal kata ma’ani berarti maksud
atau arti.Para ilmu ahli ma’ani mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui
ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai
gambaran dari pikiran.
Ilmuma’anipertama
kali di kembangkanolehAbd al- Qahir al- Jurzani.Objekkajianilmuma’aniadalahkalimat-kalimat
yang berbahasaarab.
Tentuditemukannyailmuinibertujuanuntukmengungkapkemukjijatan al-Qur’an,
al-Haditsdanrahasia-rahasiakefasihankalimat-kalimatbahasa Arab,
baikpuisimaupunprosa.Disampingitu, objekkajianilmuma’anihampirsamadenganilmunahwu.
Kaidah-kaidah yang berlakudandigunakandalamilmunahwuberlakudandigunakan pula
dalamilmuma’ani.Perbedaanantarakeduanyaterletakpadawilayahnya.Ilmunahwulebihbersifatmurad
(berdirisendiri) sedangkanilmuma’anilebihbersifattarkibi
(dipengaruhifaktor lain). Hal inisesuaidenganpernyataanHasanTamam,
bahwatugasilmunahwuhanyamengutakngatikkalimahdalamsuatujumlahtidaksampaimelangkahpadajumlah
yang lain.
B. RumusanMasalah
1. Apa yang
dimaksud dengan washl dan fashl?
2. Apa saja
tempat-tempat washl?
3. Apa saja
tempat-tempat fashl?
C. TujuanPenulisan
1. Mengetahuidefinisiwashaldanfashal
2. Mengetahuitempat-tempatwashal
3. Mengetahuitempat-tempatfashal
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianFashl
Secaraleksikalfashlbermaknamemisahkan,
memotong, memecat,
danmenyapih.Sedangkandalamterminologiilmubalaghah,
fashladalahmenggabungkanduabuahkalimatdengantdakmenggunaanhurufathaf.[1]
Contohnya:
ان الذين كفروا سواء عليىهمdengan
اانذرتهم ام لم تنذرهم لايؤمنون
Padapenggabungankeduakalimattersebuttidakdigunakanhurufathaf.
B. Tempat-TempatFashl
Penggabunganduajumlahmestimenggunakancarafashlapabilamemenuhipersyaratanberikutini.
a.
Antarakalimat yang pertamadankeduaterdapathubungan
yang sempurna. Dikatakanhubungan yang sempurnaapabilakaitanantarakalimat
(jumlah) yang pertamadengan yang keduamerupakanhubungantaukid, bayan,
ataubadal.
Ø Sebagaitaukid:
وماالدهر الامن رواةقصائد # اذا قلت شعرا اصح
الدهر منشدا
Tiadalahmasaitumelainkanpenuturkasidah-kasidah.Jikaengkaumembacasuatusyi’ir,
masaakanberpantun.
Pada
syai’ir kedua tersebut, dari segi makna kalimat kedua berfungsi untuk
memperkuat isi pada kalimat pertama. Karena fungsi tersebut pada awal kalimat
kedua tidak perlu ditabah athaf (و).
Ø Sebagaibayan[2]
الناس للناس من بد ووحاضرة # بعض لبعض ان لم يشعروا خدم
Manusiaitubaikkelompokbadwi (orang-orang yang
terbelakang) maupunhadhar (orang kota yang terpelajar).
Jikamerekamenyadarinya, bahwa yang satudengan yang
lainnyasalingmelayani.
Padasyi’ir
di
atasterdapatpenngabunganduakalimat.Penggabunganantarkeduakalimattersebuttidakmengggunakanhurufathaf,
melainkandenganwashl. Hal inikarenakalimatkedua:
بعض لبعض ان لم يشعروا خدم
Berfungsisebagaipenjelasbagikalimatpertama:
الناس للناس من بد ووحاضرة
Ø Sebagaibadal
يدبر الامر يفصل الايات لعلكم بلقاءربكم
توقنون (الرعد: 2)
Diamengatursegalaurusan,
menjelaskanayat-ayat-Nya.Supaya kalian yakinpertemuandengan-Nya”
(QS.ar-Ra’d:2).
Padaayat di ataskalimatيدبر الامرmerupakanbagiandariيفصل الايات.Olehkarenaitupenggabunganantarkeduanyacukupdenganfashl,
tidakmenggunakanhuruf ‘athaf.
b.
Antarakalimatpertamadankeduaberadasamasekali, seperti
yang pertamakalamkhabaridan yang
keduakalaminsya’Iatautidakadaketerkaitanmaknaantarkeduanya. Contoh:
انماالمرء باصغريه # كل امرئ رهن بما لديه
Manusiaitutergantungpadaduaanggota yang
sangatkecil.Setiapmanusiamenjadijaminanbagiapa yang adapadanya.
Padasyi’ir di atasterdapatduakalimat.Kalimat
yang keduatidakadakaitanlangsungdengankalimatpertama.
c.
kalimatkeduamerupakanjawabandarikalimatpertama.
Dalamistilahbalaghah, keadaaninidinamakansyibhkamal-al-ittishal. Contoh:
واوجس منهم خيفة قالوا لاتخف (هود:7)
“Ibrahim memandanganehperbuatanmereka,
dandiamerasatakut.Malaikatituberkata, “jangankamutakut!..”(QS.Hud:7).
Padaayat di atasterdaatduakalimat:
واوجس منهم خيفةdanقالوا لاتخف. Kalimatkeduanyamerupakanjawabanataureaksiataspernyataanpertama.Olehkarenaitudalampenggabungantidakmemerlukan
‘athaf.
C. PengertianWashl
Washlmenurutbahasaartinyamenghimpauataumenggabungkan.Sedangkanmenurutistilahilmubalaghahadalah:
الوصل هو عطف جملة على اخرىبالواو
Meng-athafkansuatukalimatdankalimatsebelumnyamelaluihurufathaf,
washlmerupakankebaikandarifashl.[3]Contoh:
زيد عالموبكر عاب
D. Tempat-TempatWashl
Penggabungankalimatmestimenggunakanhurufathaf
“و”
apabilamemenuhisyarat-syaratsebagaiberikut:
a.
KeadaanI’rabantarkeduakalimattersebutsamahukumnya.
Jikasuatukalimatdigabungkandengankalimatsebelumnyadankeduakalimattersebtsamahukumnya,
makamestimenggunakanhuruf ‘athaf.
Contoh:
زيد قام ابوه وقعد اخوه
b.
Keduajumlahituharusdiwashalkanketikadikhawatirkanakanterjadikekeliruanjawaban.
Kita perhatikancontohberikutini. Ada seseorangbertanyakepadakita:
هل قام زيد؟
Kita
maumenjawabsekaligusmendo’akannya.Makajawabankitadando’amestipakaifashilahyaitu
“و”
agar tidakterjadisalahfaham, jadijawabnnyaadalah
لاورعاكالله
Jikakitatidakmenggunakanhurufathaf,
makakemungkinansalahfajamsangatbesar.
c. Keduajumlahsama-samakhabaratauinsya’Idanmempunyaiketerkaitan
yang sempurna.
Selainitudipersyaratkantidakadaindikator yang mengharuskanwashl.
Contoh:
لاوفاءلكدوب ولاراحة لحسود
Contoh yang sama-samajumlahismiyah
زيد قام و بكر قاعد
Contoh yang sama-samajumlahfi’liyah
قام زيد وقعد بكر
Contoh-contoh Washl[4]
)أ) وحبّ العيش أعبد كلّ حرّ
* وعلّم ساغيا أكل المرار
Cinta kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka dan
mengajarkan orang yang lapar untuk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit.
Kalimat diatas
“a’bada kulla hurrin” memiliki kedudukan dalam i’rob karena ia menjadi khabar
mubtada yang jatuh sebelumnya, dan pembicaranya bermaksud menyertakan kalimat
kedua kepada kalimat pertama dalam hal i’rob ini.
وللسّرّمنّى
موضع لا يناله * نديم ولا يفضىء إليه شراب
Rahasia dalam diriku mendapat tempat yang tidak dapat diketahui
oleh teman peminum-minuman keras, dan tidak dapat dibongkar dengan minuman
keras.
Kalimat “laa
yanaaluhu nadiimun” dan kalimat “laa yufdhii ilaihi syaroobun” pada contoh
kedua, ditemukan bahwa kalimat pertama juga memiliki kedudukan dalam i’rob
karena ia menjadi sifat bagi lafadz nakiroh sebelumnya. Pembicaranya juga
bermaksud menyertakan kalimat kedua kepada kalimat pertama dalam hukum ini.
(ب) يشمّر للّج عن ساقه * ويغمره الموج في السّاحل
Ia menyingsingkan pakaiannya dari kedua betisnya untuk mengarungi
tengah laut, dan ombak telah menerjangnya ketika masih di tepi laut.
Dalam dua kalimat
pada contoh ketiga (ب),
kita dapatkan keduanya sama-sama kalam khabar yang bersesuaian maknanya, namun
tidak kita dapatkan keduanya di-fashlkan, melainkan di-washlkan dengan
di-athafkannya kalimat kedua kepada kalimat pertama.
)ج) وأدن إلى القربى المقرّب نفسه * ولا تشهد
الشّورى امرأ غير كاتم
Dekatkanlah dirimu kepada orang dekat yang mendekatkan dirinya
kepadamu, dan janganlah kamu mengajak musyawarah dengan orang yang tidak dapat
memelihara rahasia.
Pada contoh keempat (ج), terdiri atas dua kalimat yang sama-sama kalam insya’i, dan
keduanya bersesuaian dalam maknanya, namun keduanya tidak di-fashlkan,
melainkan di-washlkan dengan di-athafkannya kepada kalimat kedua kepada kalimat
pertama. Begitu juga wajib di-washlkan setiap dua kalimat yang sama-sama kalam
khabar atau insya’i serta bersesuaian maknanya serta tidak ada hal-hal yang
mengharuskan keduanya di-fashlkan.
d.
Tidak, dan semoga Allah memberkatimua. (untuk menjawab pertanyaan: “Apakah anda punya keperluan yang dapat
saya bantu?”)
Dalam contoh diatas didapati bahwa kalimat yang pertama, laa,
adalah kalam khabar, sedangkan kalimat yang kedua, baarakallahu fiika,
adalah kalam insya’i. Seandainya kedua kalimat tersebut kita fashlkan dan kita
katakan “laa baarakallahu fiika”, maka pendengar anak-anak beranggapan
bahwa kita mendoakan jelek kepadanya, padahal kita mendoakan baik. Oleh karena
itu, wajib berpindah dari fashl ke washl.
e.
Belum semoga Allah meringankan penderitaannya. (untuk menjawab pertanyaan: “Apakah saudaramu telah sembuh dari
penyakitnya?”)
Pada contoh terakhir kedua kalimatnya berbeda khabar dan insyanya, yang
seandainya tidak di athafkan, niscaya akan menimbulkan kesalahpahaman yang
menyalahi maksud sebenarnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Washal
adalah mengathafkan satu kalimat kepada kalimat lain dengan wawu. Fashal
adalah meninggalkan athaf yang demikian. Masing-masing washal dan fashal
mempunyai tempat-tempat tersendiri.
Di
antara dua kalimat, wajib di-fashal-kan dalam tiga tempat, pertama bila di
antara kedua kalimat tersebut terdapat kesatuan yang sempurna, seperti halnya
kalimat kedua, merupakan taukid (Penguat) bagi kalimat pertama, atau
sebagai penjelasannya, atau sebagai badal-nya. Kedua bila di antara
keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh, seperti keduanya berbeda khabar
dan insya’nya, atau tidak ada kesesuaian sama sekali di antara keduanya. Ketiga
bila kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari pemahaman
terhadap kalimat pertama.
Wajib
washal diantara dua kalimat dalam tiga tempat, yaitu bila keadaanI’rabantarkeduakalimattersebutsamahukumnya.
Keduajumlahituharusdiwashalkanketikadikhawatirkanakanterjadikekeliruanjawaban. Ketiga, keduajumlahsama-samakhabaratauinsya’Idanmempunyaiketerkaitan yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jarim, Ali
dan Musthafa Usman. 2006. Terjemahan Al-Balaaghatul Waadhihah, Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Zaenuddin
Mamat, dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah, Bandung:
Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar