A. Sejarah
Kesusastraan
Sastra merupakan segala aktivitas
manusia atau prilakunya, baik yang berbentuk verbal maupun fisik, yang berusaha
dipahami oleh ilmu pengetahuan.Aktifitas itu berupa fakta manusia yang
melahirkan aktivitas social tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi
cultural seperti filsafat, seni rupa, seni gerak, seni patung, seni music, seni
sastra dan yang lainnya.Setiap kita hidup dan beraktivitas, kita tidak sadar
bahwa sebenarnya dunia sastra sangat berkaitan erat dengan kita semua.
Teeuw pernah berpendapat bahwa
sastra berada dalam urutan keempat setelah agama, filsafat, ilmu pengetahuan,
sebagai disiplin ilmu ia menempati posisi keempat karena ke empat bidang
tersebut saling bertransformasi dan meregulasi diri (self regulating) bidang
mereka masing masing. Pengaruhnya jelas terasa hingga saat ini dan bangsa Arab
menyebutnya mir’atul hayat sebagai cerminan kehidupan mereka, bukan
hanya itu dengan bersastra ia akan mengetahui rekaman sejarah kehidupan mereka
pada masa lalu.
B. Periodisasi
Kesusastraan Arab
Berbicara
mengenai periodesasi kesusastraan Arab, seringkali kita dibuat bingung dengan
adanya perbedaan penulisan periodesasi yang ditulis masing-masing penulis
sejarah kesusastraan Arab, baik dari segi peristilahannya maupun dari segi
waktunya.
Pada umumnya,
periodesasi kesusastraan dibagi sesuai dengan perubahan politik. Sastra
dianggap sangat tergantung pada revolusi sosial atau politik suatu negara dan
permasalahan menentukan periode diberikan pada sejarawan politik dan sosial,
dan pembagian sejarah yang ditentukan oleh mereka itu biasanya diterima
begitu saja tanpa dipertanyakan lagi (Wellek, 1989:354).
Penentuan
mulainya atau berakhirnya masa setiap periodesasi hanyalah perkiraan, tidak
dapat ditentukan dengan pasti, dan biasanya untuk mengetahui perubahan dalam
sastra itu biasanya akibat perubahan sosial dan politik (Jami'at, 1993:18). Di
bawah ini akan dipaparkan bentuk penulisan periodesasi yang dilakukan oleh para
ahli kesusastraan Arab, antara lain:
Hana al-Fakhuriyyah membaginya ke dalam lima periodesasi, yaitu:
1. Periode
Jahiliyyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini dibagi atas dua
bagian, yaitu masa sebelum abad ke-5, dan masa sesudah abad ke-5 sampai dengan
Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (1 H/622 M).
2. Periode
Islam, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak tahun 1
H/622 M hinggga 132 H/750 M, yang meliputi: masa Nabi Muhammad SAW dan Khalifah
ar-Rasyidin (1-40 H/662-661 M), dan masa Bani Umayyah (41-132 H/661-750 M).
3. Periode
Abbasiyah, perkembangan kesusastraan Arab pada masa ini berlangsung sejak 132
H/750 M sampai 656 H/1258 M.
4. Periode
kemunduran kesusastraan Arab (656-1213 H/1258-1798 M), periode ini di mulai
sejak Baghdad jatuh ke tangan Hulagu Khan, pemimpin bangsa Mongol, pada tahun
1258 M, sampai Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya (1220 H/1805 M).
5. Periode
kebangkitan kembali kesusastraan Arab; periode kebangkitan ini dimulai dari
masa pemerintahan Ali Pasya (1220 H/1805 M) hingga masa sekarang.
Adapun Muhammad
Sa'id dan Ahmad Kahil (1953: 5-6) membagi periodesasi
kesusastraan Arab ke dalam enama periode sebagai berikut:
1. Periode
Jahiliyyah, dimulai sekitar satu tengah abad sebelum kedatangan Islam sekitar
dan berakhir sampai kedatangan Islam.
2. Periode
permulaan Islam (shadrul Islam); dimulai sejak kedatangan Islam dan berakhir
sampai kejatuhan Daulah Umayyah tahun 132 H.
3. Periode
Abbasiyah I, dimulai sejak berdirinya Daulah Abbasiyah tahun 132 H dan berakhir
sampai banyak berdirinya daulah-daulah atau negara-negara bagian pada tahun 334
H.
4. Periode
Abbasiyah II, dimulai sejak berdirinya daulah-daulah dalam pemerintahan
Abbasiyah dan berakhir dengan jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Tartar atau
Mongol pada tahun 656 H.
5. Periode
Turki, dimulai sejak jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol dan berakhir
dengan datangnya kebangkitan modern sekitar tahun 1230 H.
6. Periode
Modern, dimulai sejak datangnya kebangkitan modern sampai sekarang.
Sedangkan Ahmad
Al-Iskandi dan Mustafa Anani dalam Al-Wasit Al-Adab Al-Arobiyah Wa Tarikhihi (1916:10)membagi periodesasi
kesusastraan Arab ke dalam lima periode, yaitu:
1. Periode Jahiliyah, periode ini
berakhir dengan datangnya agama Islam, dan rentang waktunya sekitar 150 tahun.
2. Periode permulaan Islam atau shadrul Islam,
di dalamnya termasuk juga periode Bani Umayyah, yakni dimulai dengan datangnya
Islam dan berakhir dengan berdirinya Daulah Bani Abbas pada tahun 132 H.
3. Periode Bani Abbas, dimulai dengan
berdirinya dinasti mereka dan berakhir dengan jatuhnya Bagdad di tangan bangsa
Tartar pada tahun 656 H.
4. Periode dinasti-dinasti yang berada di bawah
kekuasaan orang-orang Turki, di mulai dengan jatuhnya Baghdad dan
berakhir pada permulaan masa Arab modern.
5. Periode Modern, dimulai pada awal
abad ke-19 Masehi dan berlangsung sampai sekarang ini.
Adanya Perbedaan istilah dalam penulisan
periodesasi kesusastraan Arab seperti dua contoh di atas, merupakan suatu hal
yang wajar, seperti yang dikemukakan Teeuw (1988: 311-317) bahwa perbedaan itu
disebabkan empat pendekatan utama, yaitu:
1. Mengacu pada
perkembangan sejarah umum, politik atau budaya.
2. Mengacu pada
karya atau tokoh agung atau gabungan dari kedua hal tersebut.
3. Mengacu pada
motif atau tema yang terdapat dalam karya sepanjang zaman.
4. Mengacu pada
asal-usul karya sastra.
Pada masa jahili (pra islam) sudah
ada dan terdapat tradisi keilmuaan yang tinggi yakni bersyair dan penyair yang
terkenal pada masa itu disebut dengan penyair mualaqat. Seluruh hasil karya
dari kesepuluh orang penyair itu semunya dianggap hasil karya syair yang
terbaik dari karya syair yang pernah dihasilkan oleh bangsa Arab.Hasil syair
karya mereka terkenal dengan sebutan Muallaqat.Dinamakan muallaqat (kalung
perhiasan) karena indahnya puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang
dikalungkan oleh seorang wanita.Sedangkan secara umum muallaqat mempunyai arti
yang tergantung, sebab hasil karya syair yang paling indah dimasa itu, pasti
digantungkan di sisi Ka’bah sebagai penghormatan bagi penyair atas hasil
karyanya. Dan dari dinding Ka’bah inilah nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya
secara meluas, hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap bangsa Arab
secara kaffah dan turun temurun. Karena bangsa Arab sangat gemar dan menaruh
perhatian besar terhadap syair, terutama yang paling terkenal pada masa
itu.Seluruh hasil karya syair digantungkan pada dinding Ka’bah selain dikenal
dengan sebutan Muallaqat juga disebut Muzahabah yaitu syair ditulis dengan
tinta emas.Sebab setiap syair yang baik sebelum digantungkan pada dinding
Ka’bah ditulis dengan tinta emas terlebih dahulu sebagai penghormatan terhadap
penyair.
Berdasarkan temanya, puisi zaman jahiliyah dibedakan atas
"Al Fakhru" (membangga-banggakan diri atau suku), "Al
Hamasah" (kepahlawanan), "Al Madah"
(puji-pujian),"Ar-ritsa" (rasa putus asa, penyesalan, dan
kesedihan),"Al Hujaa" (kebencian dan olok-olok), "Al
Washfa" (tentang keadaan alam), "Al ghozal" (tentang wanita),dan
"Al i'tidzaar" (permintaan maaf).
Kendati pada masa ini disebut masa
jahili (pra islam), tetapi mereka mempunyai kebudayaan tinggi. Bersyair
merupakan sebuah karya yang sangat orisinil bangsa Arab pada masa itu menjadi
sumber hukum yang pertama.Baru setelah datangnya masa Islam semua itu berobah
total.Islam sebagai rahmatan lil alamin dengan quran dan hadis sebagai sumber
hukumnya, menyeru kepada kebaikan, menghormati sesama jenis, saling mencintai
dan saling mengenal, yang bertitik beratkan kepada aspek moral yakni makarimal
akhlak.
Setelah Islam datang, tidak berarti bahwa puisi-puisi menjadi
dilarang.Islam datang untuk memelihara yang sudah baik, memperbaiki yang kurang
baik, menghilangkan yang buruk-buruk saja, dan melengkapi yang masih
lowongTentang puisi, Nabi bersabda,"Inna Minasy-syi'ri hikmatun"
(Sesungguhnya diantara puisi itu terdapat hikmah)”. Ketika Hasan ibn Tsabit
(Syaa'itul Islaam ) mengajak untuk mencemooh musuh - musuh Islam, Nabi berkata,
”Hujaahum wa Jibril ma'aka" (Cemoohlah mereka, Jibril bersamamu)”. Nabi
pernah memuji puisi Umayyah ibn Abu Shalti, seorang penyair jahiliyah yang
menjauhi khamr dan berhala.Nabi juga pernah memuji puisi Al-Khansa, seorang
wanita penyair zaman jahiliyyah.
Bahkan, Nabi pernah menghadiahkan burdah (gamis)-nya kepada
Ka’ab ibn Zuhair saat Ka’ab membacakan qasidahnya yang berjudul "Banaatu
Su'aad" .
Karena itu, muncullah apa yang disebut dengan Qasidah Burdah.
Di masa permulaan Islam ini, berkembang pula genre pidato dan surat
korespondensi. Surat-surat pada mulanya dibuat oleh Nabi untuk menyeru
raja-raja di sekitar Arab agar masuk Islam.
.Pada masa Bani Umayyah, muncul tema-tema politik dan
polemiknya sebagai dampak dari ramainya pergelutan politik dan aliran
keagamaan.
Namun, pada masa ini Islam juga mencapai prestasi pembebasan
(القتوح)
yang luar biasa, sehingga banyak memunculkan "Sya'rul Futuuh Wa
ad-Da'watul Islamiyyah (Puisi Pembebasan dan Dakwah Islam).Para penyair yang
terkenal pada masa ini antara lain Dzur Rimah, Farazdaq, Jarir, Akhtal, dan
Qais ibn Al-Mulawwih (terkenal dengan sebutan Majnun Laila).
Pada zaman Bani Abbasiyah, surat menyurat menjadi semakin
penting dalam rangka penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semakin kompleks.
Dalam genre prosa, muncul prosa pembaruan (An-Natsrut Tajdidiy) yang ditokohi
oleh Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara lain
Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah Seribu Satu
Malam (Alfu lailah wa lailah). Dalam dunia puisi juga muncul puisi pembaruan
yang ditokohi oleh antara lain Abu Nuwas dan Abul Atahiyah.
Masa Bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa
Keemasan Sastra Arab.Karena Islam juga eksis di Andalusia (Spanyol), maka tidak
ayal lagi kesusastraan Arab juga berkembang disana.Pada zaman Harun Al-Rasyid,
berdiri Biro Penerjemahan Darul Hikmah. Namun hal lain yang perlu dicatat ialah
bahwa pada masa ini banyak terjadi kekeliruan berbahasa di tengah masyarakat
akibat pergumulan yang kuat bangsa Arab dengan bangsa ajam (non Arab).
Setelah melewati Masa Keemasan, kesusastraan Arab kemudian
memasuki masa kemunduran, yang sering juga disebut sebagai zaman pertengahan,
zaman Mamluk, atau zaman Turki.Secara umum kemunduran ini disebabkan oleh mulai
timbulnya instabilitas politik.Bahasa Arab saat itu bahkan bisa dikatakan telah
hancur dihadapan bahasa resmi, Turki.Meski namanya zaman kemunduran, namun
tidak sedikit para sastrawan ternama muncul pada masa ini.
Menjelang zaman modern, sastra Arab mulai dihadapkan dengan
sastra Barat.Dalam hal ini, terdapat dua aliran utama.
Pertama, aliran konservatif (Al Muhaafizhuun), yakni mereka
yang masih memegang kaidah puisi Arab secara kuat. Mereka itu antara lain
Mahmud Al-Barudi dan Ahmad Syauqi. Yang terakhir disebut ini sering dikenal
dengan sebutan Amiirusy Syu'araa (Pangeran Para Penyair) dan Poet of Court
(Penyair Istana).Disamping itu terdapat pula Hafizh Ibrahim yang dikenal dengan
sebutan Poet of People (Penyair Rakyat).
Aliran yang kedua ialah aliran modernis (Al Mujaddiduun),
yakni mereka yang ingin lepas dari kaidah dan gaya tradisional serta sangat
terpengaruh oleh sastra Barat.Setelah
hampir lima abad berada dalam masa surut bahkan keterpurukan di berbagai
bidang, maka pada akhir abad ke-18 M bangsa Arab mulai memasuki fase sejarah
“kesadaran dan kebangkitan.” Kesadaran ini semakin mendapat energinya setelah
mereka bersentuhan dengan kebudayaan Barat melalui ekspedisi Napoleon Bonaparte
ke Mesir pada tahun 1798. Kesadaran dan tambahan energi itu lantas
diimplementasikan di masa Muhammad Ali dengan cara mengirimkan banyak sarjana
ke Barat. Penerjemahan berbagai karya asing Barat, baik tentang kesusastraan
atau ilmu pengetahuan lainnya digalakkan dengan motor Rifa’ah Rafi’ al Tahtawy
(1801-1873 M). Banyak percetakan dan penerbitan majalah atau surat kabar
muncul. Dalam kondisi penuh semangat pembaharuan ini, kesusastraan Arab
merangkak bangkit. Era baru kesusastraan modern pun dimulai.Baru pada masa
modern ini sastra Arab mulai berkembang karena girah dan kesadaran akan
pentingnya khazanah peradaban yang di pelopori oleh Al-Barudi, Khalil Mutaran
Ahmad Syauki dkk. Pada masa ini sudah terjadi transformasi intelektual dengan
berpuncak pada revolusi Mesir.
Dari masa Rasulullah, Khufahurasidin, sampai keruntuhan
Abasiah akibat ekspedisi Hulagukhan dengan berimbas berdirinya kerajaan mamluk
di Turki (Konstantinopel) sastra Arab masih tetap bertahan kendati mengalami
pasang surut pada dinasti keruntuhan Abasiah dan mamluk.Sebenarnya begitu
banyak fenomena kesustraan Arab yang masih harus diselami. Andai Lautan menjadi
tinta, hingga dikali lipat banyaknya, tentu, ia tak akan cukup menuliskan
kegemilangan sastra ini.