Senin, 21 Januari 2013

Resensi Filsafat Ilmu



Judul Buku      : Filsafat Ilmu
Pengarang       : Tim Dosen Filsafat Ilmu (Fakultas Filasafat UGM)
Penerbit           : Liberty Yogyakarta
Tahun Terbit    : Cetakan I (2001). Cetakan II (2002), Cetakan III (2003), Cetakan
IV (2007). Cetakan V (2010)
Kota Terbit      : Yogyakarta
Halaman          : 183 Halaman
            Buku filasafatilmu ini disusun oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu. Fakultas filsafat  Universitas Gadjah Mada. Gagasan penyusunan ini bermula dari ketentuan dicanangkannya mata kuliah filsafat ilmu sebagai mata kuliah wajib seluruh fakultas dilingkungan universitasGadjah Mada.       
Buku ini ditunjukkan bagi mahasiswa di slruh prguruan tnggi, shingga materi yg disajikan lebih bersifat umum dan lugas. Juga dipertimbangkan berbagai hambatan teknis sekaligus psikologis didalam penyampaian kiliah filsafat ilmu, terutama bagi mahasiswa non filsafat. Paling tidak mahasiswa non filsafat dibawa ke alam pemikiran filsafat secara perlahan dan tidak sporadis. Namun sebagai sebuah buku pegangan perkuliahan tetapa memperhatikan syarat” ilmiah.






Judul Buku      : Filsafat Ilmu
Pengarang       : DR. Amsal Bakhtiar, M.A.
Penerbit           : Rajawali Pers
Tahun Terbit    : 2005
Halaman          : 239 + XIV
            Buku ini berjudul Filsafat Ilmu yang ditulis oleh DR. Amsal Bakhtiar, MA (penulis) dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta. Tujuan penulisan buku ini adalah untuk mendorong dan membantu civitas akademika dalam proses perkuliahan tentang Filsafat Ilmu. Selain itu buku ini juga berguna bagi kaum awam untuk menyelami dan memperluas wawasan tentang hakikat ilmu secara filsafat.
            Bagian pertama buku ini membahas tentang Ruang Lingkup Filsafat Ilmu. Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang terpisah tetapi saling terkait. Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek materinya adalah segala yang ada baik yang tampak (dunia empirik) maupun yang tidak tampak (alam metafisik). Sementara Ilmu juga memiliki dua obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek materialnya adalah alam nyata misalnya tubuh manusia untuk ilmu kedokteran, planet untuk ilmu astronomi dan lain sebagainya. Sedangkan obyek formalnya adalah metoda untuk memahami obyek material misalnya pendekatan induktif dan deduktif.
Pada buku ini juga dijelaskan kebenaran epistemologis dengan anggapan penulis bahwa kebenaran ontologis dan semantis sudah tercakup didalamnya. Ada empat teori yang menjelaskan tentang kebenaran epistemologi yaitu yang pertama adalah teori korespondensi, yang menyatakan bahwa kebenaran adalah kemanunggalan antara subyek (esensi yang diberikan) dengan obyek (esensi yang melekat pada obyeknya). Kedua adalah teori koherensi yang menyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan sebelumnya yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih dahulu. Disebut koheren jika memenuhi empat syarat penegrtian yang bersifat psikologis, logis, kepastian dan keyakinan tidak dapat dikoreksi dan kepastian yang dignakan dalam pembicaraan umum. Teori kebenaran yang ketiga adalah pragmatisme kebenaran yang menyatakan bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil semata-mata bergantung pada azas manfaat (bersifat fungsional bagi manusia) dan teori terakhir adalah agama sebagai teori kebenaran. Dalam teori ini sesuatu dinyatakan benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung-jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori ilmu pengetahuan diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatif, dan metode dialektis. Dengan kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, Gregory Bateson menilai kemajuan ini cenderung memperbudak manusia akibat dari kesalahan epistemologi barat dan ini harus diluruskan.
Bab terakhir dari buku ini membahas tentang sarana ilmiah. Bahasa, matematika dan statistik serta logika merupakan sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berpikir seseorang sehingga tiada batas dunia baginya. Matematika juga merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matermatika bersifat artifisial yang mempunyia arti tersendiri. Sementara buku ini mendefenisikan statistika sebagai sekumpulan metoda untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu. Sarana ilmiah lainnya adalah logika. Logika adalah sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat dipertanggung-jawabkan. Untuk mendapatkan sebuah kesimpulan, mungkin membutuhkan pemikiran yang rumit, panjang dan berliku-liku, sehingga diperlukan hukum-hukum pikiran beserta mekanisme yang dapat digunakan secara sadar untuk mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan panjang itu. Buku ini menyebutkan ada tujuh aturan berpikir dengan benar yaitu : mencintai kebenaran, menyadari apa yang dikerjakan, menyadari apa yang dikatakan, dapat membedakan dua hal yang samatetapi tidak identik, mencintai definisi yang tepat, menyadari kenapa membuat kesimpulan demikian dan mampu menghindari dan mengindentifikasi kesalahan pemikiran.


Judul Buku      : Filsafat Sosial
Pengarang       : Hans Fink
Penerbit           : Pustaka Pelajar
Tahun Terbit    : 2003
Kota Terbit      : Yogyakarta
Halaman          : 197 Halaman
            Berbagai program dari partai-partai politik dan gerakan-gerakan sosial adalah upaya untuk merumuskan platfrom atau panduan yang konsisten bagi tindakan bersama. Biasanya mereka menawarkan upaya berupa analisis atas terjadinya berbagi hal, serta saran-saran mengenai berbagai tujuan dan sarana yang diperlukan di masa depan. Filsafat sosial adalah wacana yang membahas isu-isu fundamental, yang dikarenakahn isu-isu itulah program politik menjadi berbeda satu sama lain. 
            Buku filsafat sosial ini menyajikan alasan tentang beberapa sistem filsafat sosial yang amat berpengaruh, yang dijadikan sebagai titik tolak bagi orientasi diskusi modern. Paparan atasa berbagai tahap dalam sejarah filsafat sosial dikemukakan dalam kaiitannya dalam pembahasan tentang lingkungan sosial yang berubah. Pembahasannya terbatas pada tradisi filsafat sosial Eropa sejak Abad pertengahan hingga saat ini. Dapat dikatakan bahwa pembahasan itu menggambarkan kelahiran dan keruntuhan pasar bebas sebagai perentara sosial utama dan sebagai kunci untuk memahami masyarakat.
            Kajian atas filsafat sosial bukan hanya penting untuk mencermati berbagai hal melalui persfektif yang lebih luas, namun juga untuk menetapkan pikiran, dengan cara yang terpelajar, tentang apa yang mesti dilakukan.
Dengan lebih banyak mengacu pada tradisi umum filsafsat sosial dari pada tradisi-tradisi yang lebiih khusus berupa filsafat moral, filsafat politik, filsafat hukum, sejarah, atau ilmu-ilmu sosial, ingin menekankan kesatuan fundamental dari berbagai ragam refleksi menenai masyarakat. Dan dengan menampilkan filsafat sebagai bagian integral dari proses sosial, dan berharap untuk bisa menghindari kesalahan yang menganggap filsafat sebagai bidang yang mengawang-ngawang dan tidak bersinggung dengan perjuangan politik, atau sedemikian ganjil sehingga tidak relevan dan perjuangan politik itu.

Judul Buku      : Filsafat Ilmu
Pengarang       : Dr. Cecep Sumarna
Penerbit           : CV. Mulia Press
Tahun Terbit    : 2008
Halaman          : 271 Halaman
            Buku yang berjudul “Filsafat Ilmu” ini adalah suatu tulisan tentang filsafat yang disebut sebagai induknya ilmu, dimana filsafat telah banyak berjasa dalam proses kemajuanilmu itu sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara para tokoh atau ilmuan jugadisebut sebagai filsuf, karena ilmunya mumpuni dan cara berpikirnya sudah termaktub dalam kriteria berfikir filsafat.
Penulisan dalam buku ini memuat tentang suatu prinsip yang disebut sebagai cara berpikir filsafat. Ketika kita berfilsafat berarti kita sedang berfikir, dan tidak berarti berfikir dapat disebut berfilsafat. Setidaknya ada beberapa ciri berpikir filsafat, diantaranya, pertama, radikal yaitu berpikir sampai ke akarnya ; kedua, sistemik, yaitu berpikir secara logis, bergerak selangkah demi selangkah penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab ; ketiga, universal (berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian – bagian tertentu).
Jadi, filsafat adalah sesuatu yang berharga dan bermanfaat dalam perkembangan umat manusia, terlebih dalam dunia pengetahuan dan ilmu. Dalam pengembangan, pengujian atau pembuatan ilmu pun filsafat punya wadah khusus yang tugas dan fungsinya di bidang tersebut, yaitu filsafat ilmu.
Dihadapkan pada nilai guna dan manfaatnya, maka di dalam buku ini diuraikan tentang pandangan terhadap filsafat ilmu yang layak untuk terus dikaji dan dipahami setiap orang, termasuk diantaranya para akademisi dan ilmuwan di bidangnya. Karena tidak menutup kemungkinan dengan filsafat ilmu ini ilmu baru akan tercipta dan tercipta dari ilmu sebelumnya.
Di samping itu, buku ini juga mengajak kita untuk lebih mengenal tentang filsafat ilmu yang mengajarkan kepada kita untuk terus mempertanyakan dimensi why, sehingga menuntut kita masuk kedalam logika orang. Bukan sebaliknya, memaksa orang dalam logika kita. Yang terpenting dalam filsafat ilmu, dengan filsafat ilmu, kita diajak untuk menelusuri dan membuktikan sesuatu ilmu dan pengetahuan itu yang harus betul-betul bermakna buat kita dan keberlangsungan umat manusia.
Buku yang ditulis oleh Cecep Sumarna ini, pada hakekatnya ingin mengungkapkan tentang pengetahuan, ilmu dan anak turunannya (teknologi) yang selalu menjadi perhatian orang. Wajar saja ini dituangkan dalam tulisan ini, karena hampir setiap dinamika kehidupan manusia akan sangat tergantung pada tiga persoaan di atas. Abad ini, yang disinyalir oleh berbagai ahli sebagai abad informasi, telah menggeser paradigm berpikir masyarakat. Perubahan paradigma dimaksud, salah satunya dipengaruhi kuat oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi saat ini misalnya, bukan hanya sekedar dijadikan alat, tetapi ia kini telah menjadi komoditi yang dapat diperjual belikan dengan berbagai kepentingan. beliau mampu mencermati dan mengimbangi hal tersebut dengan menampilkan pemikirannya terhadap sesuatu yang sedikit jarang dilakukan dan diperhatikan orang,  dan ini menurut saya cukup urgen untuk diteliti lebih jauh, yaitu pembahasan mengenai hakikat pengetahuan, ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya ketika harus berelasi dengan manusia.
Judul Buku      : Epistemologi Dasar
Pengarang       : J. Sudarminta
Penerbit           : Pustaka Filsafat
Tahun Terbit    : 2000
Halaman          : 196 Halaman
            Dalam persfektif pencarian kebijaksanaan, kegiatan manusia mengetahui merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari cara berada manusia. Knowing is amade of being. Kegiatan manusia mengetahui merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan manusia untuk hidup sebagai mansia. Pengetahuan kita cari dan kembangkan agar kita dapat bertindak secara lebbih tepat dalam interaksi kita dengan dunia, masyarakat sekitar, diri kita sendiri dan bagi orang yang beriman, juga dengan Tuhan. Knowledg is for the sake of action. Kita mencari pengetahuan agar dapat bertindak secara tepat dan berdaya guna.








Judul Buku      : Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer
Pengarang       : Jujun S. Suriasumantri
Penerbit           : Sinaar Harapan
Kota Terbit      : Jakarta
Tahun Terbit    : 1984
Halaman          : 382 Halaman
Buku ini merupakan sumbangan berarti bagi dunia perbukuan Indonesia yang masih gersang. Sebab, merupakan buku filsafat ilmu, pertama di Indonesia, yang ditulis secara populer sangatkomprehensif, karena selain membahas masalah filsafat ilmu (an sich), juga membahas masalah bahasa, sangkut paut ilmu dengan kebudayaan, dan masalah penulisan ilmiah.Jujun Suriasumantri memulai bukunya dengan menjelaskan dasar-dasar pengetahuan. Sesudahitu, ia meningkat pada ontologi, epistemologi. Dan kemudian berpindah ke sarana berpikir ilmiah: aksiologi ilmu dan kebudayaan, ilmu dan bahasa, penelitian dan penulisan ilmiah. Suatuhorison yang amat luas sebenarnya untuk dicakup dalam satu buku. Kendati demikian, Jujun berhasil menyampaikan pesannya secara efektif terutama melalui gambar-gambar dan syair-syair yang sangat relevan.Tapi kekuatan buku ini sebenarnya terletak pada bagian-bagian sesudah Bab IV yang mulaimembahas sarana berpikir ilmiah.
Banyak buku filsafat ilmu diterbitkan. Tetapi, umumnya kurang penekanan pada aspek sarana berpikir ilmiah, terutama mengenai hubungan bahasadengan ilmu. Jujun memerlukan satu bab tersendiri untuk membahas masalah itu - suatu hal yangsangat terpuji karena orang Indonesia banyak yang tidak menginsafi betapa erat hubungan bahasa dan penguasaan bahasa dengan berpikir secara ilmiah (scientific thinkng).Misalnya bahasa Jerman, beserta strukturnya, sangat baik untuk mengutarakan analisa yang berat: pikiran metafisika, epistemologi dan ilmiah. Sebaliknya bahasa Prancis. Bahasa ini sangat baik untuk mengutarakan ide. Karena itu, para ahli bahasa Indonesia, beserta para ilmuwannya,mempunyai kewajiban moral menyempurnakan bahasa Indonesia, agar dapat berfungsi sebagai bahasa ilmiah bukan saja dalam menciptakan istilah-istilah baru, tapi juga menyempurnakanstruktur dan kaidah-kaidahnya. Ini, antara lain, terlihat pada penggunaan kata ulang seperti bahan-bahan dan kapal perang-kapal perang. Bentuk jamak demikian sangat tidak efisien dalam penulisan ilmiah.Dalam bab "Nuklir dan Pilihan Moral", Jujun mengemukakan masalah penggunaan senjatanuklir pada Perang Dunia II.
Pemilihan subyek ini sangat relevan. Juga diterbitkannya kopi suratIlmuwan Albert Einstein kepada presiden AS Franklin Roosevelt sangat tepat.Kelemahan buku ini? Jika dicari-cari, tidak ada gading yang tak retak. Sebaliknya, kelebihannya jauh lebih banyak dari kekurangannya. Jujun, misalnya, tidak menyebutkan segi-segl yang tak dapat dijangkau oleh ilmu itu sendiri. Ilmu, sekalipun berdasarkan observasi, tetap bersandar  pada semacam kepercayaan bahwa ada keteraturan dalam alam yang tidak dapat diamati danditerangkan secara rasional.Science (ilmu dalam istilah Jujun) hanya dapat mengatakan tentang "what is and what is not".Sedangkan agama (tepatnya teologi) juga hanya dapat mengatakan tentang "what should andwhat should not". Di sinilah letak komplementaritas antara ilmu dan agama. Karena itu Einsteinmengatakan, "Science without religion is blind, and religion without science is lame." Hal inilahyang benar-benar harus dimengerti khalayak ramai.

Di samping itu, masih terlalu banyak orang menganggap ilmu sebagai magicbox, yang segala bisa. Padahal, tidak demikian. Pengertian ini, menurut saya, harus disampaikan kepada khalayak ramai secara populer. Hal ini sangat relevan dengan dilema pilihan menggunakan bom nuklir atau tidak menjelang akhir Perang Dunia II lalu.Kelemahan lain, buku ini hanya dilengkapi indeks sebanyak dua halaman - yang menurut sayasangat kurang.


 Judul Buku     : Filsafat Pendidikan
Pengarang       :Prof. Imam Barnadib, M.A., Ph.D
Penerbit           : Adicita Karya Nusa
Kota Terbit      : Yogyakarta
Tahun Terbit    : 2000
Halaman          : 84 Halaman

Pendidikan dan filsafat adalah dua cabang kelimuan yang sebenarnya saling terkait. Pendidikan semestinya harus berbasis pada filosofi kendati sekarang ini pendidikan dianggap sudah agak melenceng dari filosofinya. Jargon “mencerdaskan kehidupan bangsa” seakan-akan hanya tinggal slogan semata karena pendidikan di Indonesia semakin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat yang kurang mampu.
Sejak semula, filsafat sebenarnya berusaha membantu pendidikan dalam meletakkan sendi-sendi, teori, strategi, dan tindakan pendidikan yang tepat dilakukan. Seiring perkembangan zaman, filsafat pendidikan cenderung hanya menjadi kajian belaka, namun nyaris tidak pernah diterapkan di lapangan. Akibatnya, lulusan sekolah hanya berujung pada kuantitas, bukan kualitas. Lembaga pendidikan pun terjebak pada kuasa modal sehingga pendidikan yang baik hanya bisa dinikmati oleh orang yang punya uang.
Saat ini, pemahaman tentang filsafat pendidikan kembali menyeruak. Berbagai forum digelar untuk mencari formasi yang tepat bagi pendidikan modern. Buku di hadapan Anda ini adalah salah satu referensi yang cukup seimbang untuk dijadikan rujukan dalam memahami filsafat pendidikan. Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, Imam Barnadib, penulis buku ini, menerangkan filsafat pendidikan dengan gamblang. Bagi Anda peminat kajian pendidikan dan filsafat pendidikan, buku ini tepat untuk dijadikan rujukan.
Buku setebal 85 halaman ini terbagi menjadi 5 bab. Bab I berisi pendahuluan (h.1-3), Bab II membahas tentang makna dan sistem pendidikan (h. 3-39), Bab III membahas tentang teori pendidikan dan filsafat pendidikan (h. 41-52), Bab IV membincangkan tentang lingkungan pendidikan sosial (h. 53-72), dan Bab V berisi tentang rangkuman serta refleksi tentang filsafat pendidikan (h. 75-80). Buku ini enak dibaca dan dipahami karena penulis menyertakan rangkuman pada setiap babnya. Dengan begitu pembaca menjadi mudah untuk mengerti maksud atau inti pembahasan pada setiap bab dalam buku ini.
Oleh masyarakat umum, pendidikan umumnya dipahami sebagai kegiatan belajar dan mengajar di sebuah lembaga pendidikan, seperti sekolah atau perguruan tinggi. Dalam konteks filsafat pendidikan, pemahaman ini dirasa kurang tepat karena pendidikan sebenarnya bisa berlangsung di mana saja, misalnya di lingkungan keluarga, masyarakat, atau lingkungan yang lebih luas (h. 53-70).
Makna dari filosofi pendidikan yang dijelaskan di atas menjadi penting untuk dipahami agar masyarakat tidak terlalu mengagungkan pendidikan dalam pandangan kelembagaan formal. Persepsi yang demikian justru mengakibatkan orang menjadi sempit berfikir, bahwa ilmu hanya di dapat di sekolah. Ketika sekolah dianggap hanya satu-satunya tempat pendidikan, orang akan merasa malu jika anaknya tidak sekolah. Hal ini akan menjadi masalah jika negara tidak mampu memberikan pendidikan yang murah dan berkualitas kepada masyarakat.
Dalam konteks pemahaman seperti ini, buku ini hadir untuk mengingatkan pentingnya kembali ke makna pendidikan, bukan formalisasi pendidikan. Demi pembangunan sumber daya manusia, makna pendidikan menjadi dasar dari segalanya. Sekali lagi, pendidikan dapat diperoleh di mana saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar